Iklan dewan

Etika Media Dalam Pilkada 2024

REDAKSI
Kamis, 12 September 2024, September 12, 2024 WIB Last Updated 2024-09-12T14:31:40Z

Ilustrasi.


MatakitaNews.com, Politik -Mengacu buku Panduan Peliputan Pemilu 2024 bagi Jurnalis, setidaknya ada 12 poin yang bisa dijadikan pedoman etis bagi media dalam melakukan peliputan Pemilu.


Bersikap independen.

Media dan jurnalis harus bersikap independen dalam meliput pemilu, tidak boleh menjadi perpanjangan tangan para kontestan untuk menyuarakan kepentingan para kontestan.


Hanya berpihak pada kepentingan rakyat dan penyelenggaraan pemilu yang demokratis.


Jika pemilik media, pemimpin redaksi, atau jurnalis ikut berkompetisi dalam pemilu, harus mengundurkan diri dari profesinya dan aktivitas jurnalistik.


Disiplin verifikasi.

Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam 10 elemen jurnalisme, esensi jurnalisme adalah verifikasi.


Oleh sebab itu, jurnalis tidak boleh mempublikasikan informasi yang belum jelas kebenarannya. Sebab, informasi salah karena tak terverifikasi berpotensi memperkeruh suasana pemilu yang panas dan penuh ketegangan.


Memberikan kesempatan yang sama.

Media dan jurnalis harus memberikan kesempatan yang sama pada setiap peserta pemilu untuk mendapatkan ruang pemberitaan.


Memastikan informasi sesuai dengan konteksnya.

Pemberitaan media yang dipublikasikan sepotong-sepotong tanpa konteksnya bisa menimbulkan kesalahpahaman persepsi, baik positif maupun negatif.


Oleh karena itu, media dan jurnalis harus memahami dan menyertakan konteks informasi yang dipublikasikan, bisa bentuk suasana yang diberitakan, pernyataan para politisi, bisa juga tambahan data dan penjelasan yang diperlukan.


Bedakan antara fakta dan opini. Dalam jurnalistik, ada adagium “opinion is free, but fact is sacred”. Opini itu bebas, sementara fakta itu suci.


Maksudnya, orang memiliki hak untuk menyampaikan pandangan pribadi mereka yang didasarkan pada persepsi atau keyakinan subjetif mereka.


Tapi, opini bukanlah kebenaran objektif.


Karya jurnalistik harus didasarkan pada fakta objektif. Itu kenapa fakta disebut suci. Fakta adalah informasi yang dapat diverifikasi dan didukung oleh bukti yang jelas dan objektif.


Dalam konteks pemilu, lazim terjadi, para peserta pemilu menyampaikan pernyataan-pernyataan yang memiliki kepentingan tertentu di baliknya. Karenanya, media perlu memverifikasi atas setiap pernyataan yang disampaikan oleh para peserta pemilu, mencermati, itu opini atau fakta.


Jangan mengamplifikasi ujaran kebencian dan hasutan.

Pilpres 2014 dan 2019 adalah pelajaran berharga betapa ujaran kebencian dan hasutan telah memecah belah masyarakat sedemikian rupa.


Ujaran kebencian dan hasutan merupakan bentuk komunikasi yang bertujuan untuk memicu emosi negatif dan sikap intoleransi terhadap lembaga, kelompok, atau individu tertentu, sehingga merusak demokrasi.


Menjaga imparsialitas di media sosial.

Sebagai warga negara, jurnalis memiliki hak politik untuk berpihak pada kontestan pemilu. Namun, profesi jurnalis yang terikat pada kode etik tidak bisa dipisahkan dengan mudah dengan representasi dirinya di media sosial.


Penunjukan keberpihakan yang vulgar akan mempengaruhi persepsi publik atas independensi profesi dan medianya.


Hindari Clickbait.

Clickbait adalah judul yang dibuat menarik agar mengundang klik.


Clickbait dengan judul yang dibesar-besarkan dan sensasional sama berpotensi menyesatkan pembaca. Dalam pemilu, informasi yang dikemas dalam judul clickbait bisa mempengaruhi persepsi masyarakat yang berujung pada putusan pemungutan suara yang salah.


Beri ruang pada voice of voiceless dan isu-isu lokal.

Pemberitaan pada masa pemilu biasanya selalu berfokus pada para kontestan pemilu. Padahal, pemilu merupakan pesta demokrasi rakyat.


Oleh sebab itu, media dan pers selayaknya memberi ruang pemberitaan pada harapan masyarakat, utamanya kepentingan mereka yang tak pernah tersuarakan, seperti masyarakat adat, rakyat miskin kota, kaum difabel, hak-hak perempuan, dan warga lansia.


Termasuk juga isu-isu lokal yang acapkali tenggelam oleh riuh dinamika politik di tingkat pusat.


Media sudah seharusnya memberikan porsi yang seimbang antara isu pusat dan daerah.


Tidak mendukung politik identitas dan menjaga kebhinekaan Indonesia.


Menurut pengalaman di pemilu-pemilu sebelumnya, politik identitas kerap digunakan sebagai strategi untuk mendapatkan dukungan politik.


Politik identitas dalam pemilu merujuk pada strategi politik yang didasarkan pada identitas kelompok tertentu seperti etnis, suku, agama atau kelompok lainnya. Isu ini menciptakan perpecahan, konflik, dan polarisasi politik, yang mengancam kebhinekaan Indonesia. Karenanya, media dan pers harus berpihak pada kebhinekaan Indonesia.


Berperspektif jurnalisme damai dalam memberitakan konflik.


Pada hakikatnya, tidak ada konflik yang membawa keuntungan bagi masyarakat. Namun, konflik tidak mungkin terhindari dalam situasi kompetisi besar ini.


Konflik bisa terjadi antara para pendukung atau para kontestan. Dalam situasi seperti ini, penting bagi media untuk menggunakan perspektif jurnalisme damai dalam peliputan.


Tidak mengangkat pemberitaan yang provokatif yang menguatkan konflik, tapi mencari celah pemberitaan yang mendorong perdamaian antara kelompok yang terlibat konflik.


Melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.


Dalam Pasal 11 Kode Etik Jurnalistik, wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.


Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.


Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.






Sumber: Litbang Kompas

Komentar

Tampilkan

  • Etika Media Dalam Pilkada 2024
  • 0

Terkini